Tidak lagi menunggu, mari kerjakan sekarang!

Dipublikasikan oleh APISI pada

Minggu lalu, saya diminta oleh Perpustakaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI untuk menjadi nara sumber dalam program Orientasi Perpustakaan Kemdikbud kepada 10 sekolah asal Jabodetabek. Mereka mengundang sekolah-sekolah ini untuk datang ke Perpustakaan Kemdikbud di Senayan untuk diberikan orientasi perpustakaan. Untuk melengkapi program ini, saya diminta untuk memberi sesi tentang Literasi Informasi.

Program kegiatan ini merupakan inisiatif yang positif dalam mempromosikan pemanfaatan perpustakaan dalam pembelajaran di sekolah. Bagi para siswa SMP, SMA dan SMK, kami mendesain kegiatan Library Hunt agar mereka terbiasa dengan penggunaan katalog perpustakaan, mengenal beragam koleksi seperti koleksi Referensi, Non-Fiksi, Fiksi, Koran, Majalah dan Film. Bagi kelompok yang bisa menyelesaikan tugas ini paling cepat dan jawabannya semua benar mendapat kenang-kenangan dari pihak perpustakaan.

Hal yang menarik bagi saya adalah ketika salah satu siswa SMA Jakarta menyebut kata ‘operator’ saat menjelaskan kondisi perpustakaan sekolahnya. Kata ‘operator’ yang dimaksud mengacu pada petugas perpustakaan sekolah di perpustakaan sekolahnya. Saya menghentikan penjelasannya, dan mengkoreksi tentang profesi ini. Bahwa pustakawan adalah profesi yang memiliki latar belakang ilmu perpustakaan sekolah dan mempunyai keahlian serta kompetensi dalam mengelola perpustakaan. Perannya lebih dari sekadar operator, tentunya. Setelah acara hari itu selesai, saya berkesempatan untuk makan siang bersama beberapa staff Perpustakaan Kemdikbud dan istilah ‘operator’ ini sempat menjadi bahan diskusi. Memang tidak salah, saat salah seorang di antara kami menyebutkan bahwa petugas di meja sirkulasi tidak membutuhkan seorang professional pustakawan yang kerjanya hanya menyirkulasi buku ataupun koleksi perpustakaan sekolah.

Dari respon siswa tersebut, nampak jelas bawah profesi pustakawan masih belum popular dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. Beberapa guru pendamping yang turut hadir dalam acara ini juga mengakui bagaimana perpustakaan mereka masih jauh dari kondisi sempurna. Alasan mereka seperti koleksi yang masih sedikit ataupun koleksi yang belum diproses dengan baik dan benar sesuai dengan kaidah-kaidah ilmu perpustakaan yang berlaku. Boro-boro program perpustakaan sekolah.

Ada dua isu yang saya lihat muncul dari kegiatan di atas. Pertama, profesi pustakawan masih belum terasa fungsinya dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. Kedua, tantangan pengembangan perpustakaan sekolah yang masih berkutat dengan koleksi dan dedikasi pustakawan pengelolanya. Salah satu usaha yang dapat dilakukan agar profesi pustakawan sekolah dikenal orang (nanti kita bicarakan mengapa profesi ini perlu dikenal) adalah dengan menerapkan program perpustakaan tanpa harus menunggu kesempurnaan fisik perpustakaannya. Pustakawan perlu berpikir kreatif bagaimana para siswa dapat diperkenalkan tentang pentingnya membaca, mengenal beragam sumber informasi, mengenali keabsahan sumber informasi dari internet, memperkenalkan beragam jenis genre bacaan fiksi dan lain sebagainya. Pustakawan memerlukan wawasan dan networking yang luas agar ide-ide seperti ini dapat muncul dan diterapkan sesuai dengan kondisi perpustakaan sekolahnya.

Jadi, program perpustakaan apa yang akan dilakukan minggu ini?

by Hanna Latuputty